Jumat, 22 Mei 2015

film foto kegiatan PAB tgl 10 Mei 2015 Taman Sepat Taman PAB

film foto kegiatan PAB  tgl 10 Mei 2015 Taman Sepat Taman PAB

Kamis, 12 Maret 2015

Susunan (Tata Cara) Serta Filosofi Adat Pernikahan Betawi

Susunan (Tata Cara) Serta Filosofi Adat Pernikahan Betawi

Susunan (Tata Cara) Adat Pernikahan Betawi - ILMU BUDAYA DASAR
Adat pernikahan betawi merupakan salah satu adat pernikahan di Indonesia yang masih sering di lakukan . Dalam kesempatan ini kami ingin berbagi article kepada anda mengenai tata cara adat pernikahan betawi yang sering dilakukan di Indonesia.

1. Ngedelengin
Dalam adat pernikahan betawai, Ngedelengin adalah proses mencari pasangan yang bisa dilakukan siapa saja termasuk si jejaka sendiri.  Setelah mereke bertemu dengan pasangan yang dirasa cocok, proses meminta ke pihak perempuan di lakukan oleh seseorang yang biasa disebut Mak Comblang. Jika terjadi kecocokan dengan pihak perempuan, maka si Gadis akan diberi uang sembe atau angpao. Mak Comblang akan melanjutkan dengan persiapan dan apa saja yang disyaratkan oleh pihak pria atau sering disebut bawaan ngelamar.
2. Nglamar

Dalam adat pernikahan betawi, ngelamar adalah permintaan orangtua pria kepada orangtua gadis secara resmi.  Keputusan dari pihak wanita akan terjawab pada saat itu juga. Setelah itu, syarat dan prasyarat lamaran akan diutarakan oleh pihak wanita.
Apa saja yang harus disiapkan dalam proses ngelamar?
1. Sirih , Pisang raja, Roti tawar, Hadiah lain
2. Hadirnya orang-orang untuk mejadi saksi dan memperkuat keputusan yang dibuat oleh pihak wanita
3. Bawa tande putus
 
Dalam adat pernikahan betawi, tande putus adalah sebuah tanda yang mengibaratkan anak wanita yang telah dilamar tidak boleh di ganggu oleh pihak manapun meskipun acara akad nihak masih jauh. Tande putus dapat berupa apa saja, yang mengisyaratkan sebuah ikatan resmi.
4. Akad Nikah

Sebelum acara Akad nikah dalam adat pernikahan betawi, ada pra-akad nikah dimana prosesnya sebagai berikut.
Masa dipiare, yaitu suatu masa dimana calon none atau gadis yang akan menghadapi akad nikah dikontrol kegiatannya oleh tukang piare atau tukang rias.
 Acara mandiin , acara ini adalah acara untuk mempelai wanita dimana mempelai wanita akan dilulur dan berpuasa selama seminggu agar pernikahannya dapat berjalan lancar.
Acara tangas atau acara kum adalah acara mandi uap dengan tujuan memberisihkan sisa luluran yang berada di tubuh wanita. Mempelai wanita akan duduk dibawah bangku yang dibawahnya terdapat godokan rempah-rempah. Kurang lebih 30 menit sampai mempelai wanita mengeluarkan keringat beraroma rempah.
Acara Ngerik atau malam pacar
Acara untuk mempelai wanita memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan pacar.

Setelah acara pra akad nikah selesai, prosesi akad nikah dapat dilakukan. Kedatangan mempelai pria dan keluarganya disambut dengan aneka petasan untuk memeriahkan suasana. Barang yang dibawa pada akad nikah tersebut antara lain sirih nanas lamaran,  sirih nanas hiasan, mas kawin, miniatur masjid yang berisi uang belanja, sepasang roti buaya, sie atau kotak berornamen Tiongkok untuk tempat sayur dan telor asin, jung atau perahu yang mengindentikan perjalanan bahtera rumah tangga, hadiah lain sebagai pelengkap, kekudang atau makan yang disukai oleh gadis dari kecil sampe dewasa dan kue penganten.
Dalam adat pernikahan betawi, setelah akad nikah selesai, mempelai pria akan membuka cadar yang menutupi muka mempelai wanita untuk memastikan apakah benar, yang ada dibalik cadar tersebut adalah wanita idamannya. Setelah itu baru mempelai wanita dan pria diperbolehkan duduk berdampingan serta di isi dengan acara-acara untuk menghibur kedua mempelai.

5. Acare Negor

Satu hari setelah acara akad nikah, dalam adat pernikahan betawi, mempelai pria diperbolehkan untuk menginap di mempelai wanita, namun, tidak diperkenankan untuk melakukan hubungan layaknya suami istri. Namun tanggung jawab istri tetap dilakukan seperti menyiapkan makan, minum dan menyiapkan peralatan mandi.  Untuk menghadapi sikap none atau mempelai wanita tersebut, si pria harus memasang strategi dengan cara memberi Uang tegor yang diselipkan di bawah taplak meja.

6. Pulang Tige Ari

Sebagai tanda kegembiraan dari pihak pria, dalam adat pernikahan betawi, oragtua pria atas kesucian yang telah di pelihara oleh pihak wanita, makan akan diberikan hadiah kepada pihak orangtua wanita. Setelah acara ini selesai makan tuan dan nyonye betawi berhak untuk tinggal serumah atau menetap di tempat yang telah disepakati berdua.
7. Tradisi “Palang Pintu” dan Resepsi Meriah

Palang pintu merupakan acara upacara adat Betawi yang sangat menghibur. Palang Pintu merupakan kegiatan yang bertujuan saling mengenal antar keluarga dan maksud tujuan kedatangan. Kemudian sebagai syarat diterimanya calon mempelai pria, harus melewati dahulu palang pintu yang dijaga oleh jawara Betawi dari pihak calin mempelai wanita.

Acara ini dilaksanakan sebelum akad nikah dimulai, tepatnya ketika rombongan calon pengantin pria baru sampai di depan kediaman calon pengantin wanita. Rombongan calon pengantin pria akan dihadang oleh keluarga calon pengantin wanita. Para jagoan calon pengantin pria harus melawan jagoan dari pihak calon mempelai wanita.

Para penjaga pintu mempelai wanita kemudian membuka percakapan dengan sejumlah pantun. Selanjutnya, perwakilan mempelai pria membalas pantun tersebut. Dialog pantun dikumandangkan dengan sangat meriah dan mengundang tawa hadirin. Isi pantun biasanya tanya jawab seputar maksud dan tujuan pihak pria.

Setelah itu, seorang wakil pengantin perempuan menantang adu silat salah satu orang dari pihak lelaki. Prosesi tersebut menyimbolkan upaya keras mempelai laki-laki untuk menikah dengan sang pujaan hati. Uniknya, setiap petarungan silat, pihak mempelai wanita pasti dikalahkan oleh jagoan calon pengantin pria.

Selain adu pantun dan adu silat, calon pengantin pria juga ditantang kebolehannya membaca Al Quran. Dan setelah semua ujian telah dilewati dengan memenangkan ujian-ujian tersebut, akhirnya palang pintu dapat dibuka dan dimasuki oleh calon mempelai pria.

Setelah akad nikah dilakukan, resepsi pernikahan berlangsung dengan tradisi meriah. Pernak-pernik wajib khas Betawi yaitu ondel-ondel serta dekorasi warna-warni. Musik akan diiringi oleh suara tanjidor dan marawis (rombongan pemain rebana dan nyayian menggunakan bahasa arab). Selain itu, dimainkan pula keroncong dan gambang kromong khas Betawi.

Pengantin pria maupun pengantin wanita mengenakan pakaian kebesaran pengantin dan dihias. Dari gaya pakaian pengantin Betawi, ada dua budaya asing yang melekat dalam prosesi pernikahan. Pengantin pria dipengaruhi budaya Arab. Sedangkan busana pengantin wanita dipengaruhi adat Tionghoa. 
Filosofi Upacara dan Tujuan Perkawinan 
Perkawinan merupakan salah satu ritus dalam lingkungan kehidupan yang dianggap penting. Dalam tradisi yang mencakup adat-istiadat perkawinan suatu daerah, selain memuat aturan-aturan dengan siapa seseorang boleh melakukan perkawinan, terdapat pula tata cara dan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh pasangan calon pengantin dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya sehingga perkawinan ini mendapat pengabsahan di masyarakat. Seluruh tata cara dan rangkaian adat-istiadat perkawinan tersebut terangkai dalam suatu rentetan kegiatan upacara perkawinan.
Upacara itu sendiri diartikan sebagai tingkah laku resmi yang dibakukan untuk menandai peristiwa-peristiwa yang tidak ditujukan pada kegiatan teknis sehari-hari, tetapi mempunyai kaitan dengan kepercayaan di luar kekuasaan manusia. Oleh karena itu, dalam setiap upacara perkawinan, kedua mempelai ditampilkan secara istimewa, dilengkapi dengan tata rias wajah, sanggul serta tata rias busana yang lengkap dengan berbagai kelengkaan adat istiadat sebelum dan sesudah perkawinan.
Tujuan perkawinan tersebut menurut masyarakat dan budaya Betawi adalah memenuhi kewajiban mulia yang diwajibkan kepada setiap warga masyarakat yang sudah dewasa dan memenuhi syarat untuk itu. Orang Betawi yang mayoritas beragama Islam yakin bahwa perkawinan adalah salah satu sunnah bagi umat, sehingga dipandang sebagai suau perintah agama untuk melengkapi norma-norma kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan ciptan Tuhan yang mulia.
Alasan keagamaan yang dijelaskan di atas menyebabkan orang Betawi beranggapan bahwa proses perkawinan harus dilakukan sebaik mungkin menurut ketentuan-ketentuan adat perkawinan yang sudah dilembagakan. Ketentuan adat perkawinan tersebut diberi nilai tradisi yang disakralkan sehingga harus dipenuhi dengan sepenuh hati oleh warga masyarakat dari generasi ke generasi.
Arti dan Fungsi Perkawinan pada Masyarakat Betawi
Perkawinan bagi banyak masyarakat dianggap sangat penting. Perkawinan dipandang sebagai peristiwa sosial dan agama. Perkawinan bukan saja bermakna sebagai peralihan dari masa lajang ke kehidupan berumah tangga tetapi juga dipandang sebagai pemenuhan kewajiban agama. Di samping itu, perkawinan juga dipandang sebagai suatu wadah untuk menunjukkan gengsi kemasyarakatan.
Ada beberapa fungsi dari upacara daur hidup antara lain:
fungsi religius, yaitu meredam kekhawatiran akan adanya malapetaka yang akan menimpa suatu masyarakat tertentu apabila tidak melaksanakan upacara daur hidup.
fungsi sosial, yaitu sebagai aktivitas untuk menumbuhkan kembali semangat kehidupan sosial antara warga masyarakat dan juga sebagai kontrol sosial.
fungsi kepariwisataan, yaitu strategi untuk menarik wisatawan yang dapat menghasilkan modal wisata  
Terdapat pula nilai-nilai yang terkandung dalam daur hidup suatu kebudayaan tertentu, antara lain:
Nilai kegotongroyongan
nilai musyawarah

Asal Usul Nama Tempat di Jakarta

Asal Usul Nama Tempat di Jakarta

Asal Usul Nama Tempat di Jakarta
Kajian sejarah toponomi ini merupakan salah satu upaya dalam menjelaskan sejarah
asal usul nama suatu tempat atau nama kampung yang ada di Jakarta. Ternyata setelah
dilakukan penelitian, baik yang bersifat kajian arsip maupun berdasarkan hasil
wawancara dengan beberapa sesepuh dan nara sumber yang layak untuk itu,
menyebutkan nama tempat dan nama kampung yang ada di Jakarta, tidak sekedar nama
saja. Hampir semua nama yang dikaji pada pengkajian nama tempat dan kampung kali
ini, mempunyai riwayat sendiri sendiri.
Berdasarkan hasil kajian sejarah nama tempat dan kampung yang ada di Jakarta,
dapat dikelompokkan asal usul nama tersebut sebagai berikut:
1. Nama tempat tersebut berdasarkan suatu peristiwa sejarah yang benar benar terjadi.
Suatu peristiwa yang dianggap masyarakat setempat sangat penting dan selalu
menjadi patokan atau dikaitkan dengan nama tempat peristiwa itu terjadi.
2. Nama tempat tersebut dikaitkan dengan vegetasi atau tumbuh tumbuhan yang
banyak ditemukan disuatu tempat. Nama tumbuh tumbuhan yang banyak di suatu
tempat, lama kelamaan menjadi nama tempat tersebut.
3. Nama tempat tersebut dikaitkan dengan nama seorang tokoh yang pernah bermukim
atau yang memiliki tempat tersebut. Karena terkenalnya seseorang disuatu tempat,
maka menyebabkan masyarakat lebih mengenal tokoh tersebut, lama kelamaan nama
tokoh itu menjadi menjadi nama tempat dan sekaligus sebagai penanda tempat atau
kampung.
4. Nama tempat tersebut dikaitkan dengan bentukan alam atau letak suatu ditempat
tertentu. Masyarakat mengaitkan nama suatu tempat dengan bentukan alam yang khas
di suatu tempat,
5. Nama suatu tempat atau kampung dikaitkan dengan konsentrasi sekelompok orang
(pendatang) yang bermukim di suatu tempat tertentu. Masyarakat setempat
mengaitkan nama suatu tempat dengan nama suku atau nama etnis ataupun nama
tempat asal pendatang yang mendiami tempat tersebut.
6. Nama suatu tempat atau kampung dikaitkan dengan nama hewan atau nama binatang
yang banyak ditemukan ditempat tersebut.

PANTUN SEBAGAI POTRET SOSIAL BUDAYA TEMPATAN


PANTUN SEBAGAI POTRET SOSIAL BUDAYA TEMPATAN




Pantun bagi masyarakat di kawasan Nusantara ibarat sesuatu yang begitu dekat, tetapi kini terasa jauh ketika budaya populer (low culture) makin menjadi primadona dalam industri hiburan. Dalam kondisi itu, pantun kini laksana pepatah, tak kenal maka tak sayang. Itulah yang terjadi pada pantun. Seolah-olah, ia hanya produk masa lalu yang sudah usang dan tiada berguna. Bahkan, bagi anak-anak muda di Jakarta dan beberapa kota besar di Jawa, pantun seperti tidak lebih dari sekadar produk budaya Melayu, dan oleh karena itu, dianggap hanya milik orang Melayu.
Tentu saja pemahaman itu tidaklah benar. Betul, pantun sepertinya berasal dari tradisi Melayu yang sudah begitu kuat mengakar dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Pantun boleh jadi penyebarannya sejalan dengan perkembangan bahasa Melayu yang menjadi lingua franca di kawasan Nusantara. Boleh jadi karena itu pula, dibandingkan dengan masyarakat di daerah lain, pantun bagi masyarakat Melayu sudah begitu kukuh menyatu dan sebagai media penting dalam menyampaikan nasihat berkenaan dengan tata pergaulan dalam kehidupan bermasyarakat. Telusuri saja ceruk pantai dan pelosok desa di kawasan Riau, Bengkalis, Tanjungpinang, dan terus memasuki wilayah semenanjung Melayu hingga ke Malaysia, maka kita akan melihat betapa pantun telah menyatu dengan kehidupan keseharian masyarakat di sana. Dikatakan Tenas Effendy, Orang tua-tua Melayu mengatakan, rendang kayu kerana daunnya, terpandang Melayu kerana pantunnya. Ungkapan ini mencerminkan betapa besarnya peranan pantun dalam kehidupan orang Melayu.
Di berbagai daerah lain di Nusantara ini, pantun sudah pun dikenal masyarakat dengan sangat baik. Boleh jadi karena pantun mengandungi sampiran dan isi, serta dapat dimanfaatkan dalam berbagai kesempatan dan disampaikan dalam sembarang masa, dalam kegiatan apa pun, dan dilakukan oleh sesiapa pun juga, pantun pada gilirannya paling banyak diminati oleh masyarakat tanpa terikat oleh status sosial, agama, dan usia. Pantun menjadi sarana yang efektif yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Itulah salah satu kelebihan pantun dibandingkan gurindam atau syair. Pantun mudah saja diciptakan oleh setiap anggota masyarakat dengan latar belakang budayanya sendiri. Maka, sesiapa pun dari etnis dan latar belakang budaya mana pun, boleh saja membuat pantun.
Semangatnya sederhana. Pantun dapat digunakan sebagai alat komunikasi, untuk menyelusupkan nasihat atau wejangan, atau bahkan untuk melakukan kritik sosial, tanpa mencederai perasaan siapa pun. Itulah kelebihan pantun. Pantun bukan sahaja digunakan sebagai alat hiburan, kelakar, sindiran, melampiaskan rasa rindu dendam antara bujang dengan dara, tetapi yang lebih menarik ialah peranannya sebagai media dalam menyampaikan tunjuk ajar.
Sesungguhnya, jika ditelusuri lebih jauh, pantun merupakan salah satu produk budaya masyarakat Nusantara yang merepresentasikan wilayah geografi, kebudayaan, dan potret masyarakatnya. Maka, ketika pantun itu muncul di wilayah budaya Melayu, Batak, Sunda, Madura, Betawi, atau Jawa, tak terhindarkan petatah-petitih, nama-nama tempat dan sejumlah istilah yang berkaitan dengan budaya tempatan dengan berbagai aspek lokalitasnya, akan hadir dalam pantun yang dilahirkannya.
Pantun, seperti telah disinggung, memang seperti sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari budaya Melayu. Sebagian besar orang beranggapan bahwa pantun sudah menjadi bagian dari kehidupan keseharian orang Melayu. Maka pantun yang dihasilkannya itu disebut sebagai pantun Melayu. Tetapi, pantun dikenal juga secara baik oleh masyarakat yang tersebar di wilayah Nusantara ini. Lalu bagaimana dengan pantun yang dihasilkan oleh orang Madura, Jawa, Betawi, Sunda, dan seterusnya. Apakah pantun yang dihasilkan mereka itu disebut juga pantun Melayu? Apakah ciri-ciri pantundua larik pertama sebagai sampiran dan dua larik berikutnya sebagai isi melekat juga pada pantun yang dihasilkan anggota masyarakat di luar kebudayaan Melayu? Apakah juga jumlah kata dalam setiap lariknya sama dengan pantun Melayu? Sebagai pantun, tentu saja ciri khasnya yang mengandungi sampiran dan isi, hendaknya tidak ditinggalkan begitu saja. Tetapi, menyebutkan pantun yang dihasilkan di luar wilayah Melayu sebagai pantun Melayu, tentu juga tidaklah tepat. Itulah kekhasan pantun. Ia menjadi milik masyarakat budaya yang melahirkannya, tetapi sekaligus menjadi milik warga yang berada di wilayah Nusantara.
Penelitian yang telah dilakukan oleh para pakar atau para ahli tentang pantun menunjukkan, bahwa pantun termasuk produk budaya yang paling luas penyebarannya, paling dekat dengan masyarakat tanpa terbentur stratifikasi sosial, usia, dan agama. Sejauh pengamatan, penelitian Klinkert (1868) dan kemudian Pijnappel (1883) laksana pembuka pintu bagi peneliti lain dalam coba mengungkapkan berbagai hal berkenaan dengan pantun. Kemudian Ch. A. van Ophuysen membincangkan pantun secara luas dan mendalam yang disampaikannya sebagai pidato pengukuhan guru besar bahasa Melayu di Leiden tahun 1904. Orang Indonesia pertama yang membicarakan pantun tidak lain adalah Prof. Dr. R.A. Hoesein Djajadiningrat dalam pidatonya pada Peringatan 9 Tahun berdirinya Sekolah Hakim Tinggi di Betawi, 28 Oktober 1933.
Dikatakan Hoesein Djajadiningrat, bahwa sejak tahun 1688 pantun telah banyak menarik perhatian peneliti Barat. Sedikitnya 20-an tulisan mereka yang dibicarakan Djajadiningrat cenderung keliru memahami pantun, karena ukuran yang digunakannya tidak lain dari persajakan Barat. Kini, perbincangan pantun seperti tiada habisnya, dan di luar perbincangan itu, tidak sedikit pula orang yang coba menulis pantun, baik untuk sekadar hiburan, maupun yang sengaja ditulis untuk berbagai keperluan. Maka, tidaklah mengherankan jika di antara mereka yang menulis pantun itu, tidak sedikit pula yang sebenarnya tidak memahami konsep pantun yang benar. Pada gilirannya, yang terjadi adalah banyaknya orang membuat pantun sesuka hati,

PANTUN BETAWI

Pantun merupakan kebudayaan Betawi yang diyakini ada sejak ribuan tahun lalu. Pada tahun 1930 hingga 1950, pantun digunakan sebagai potret sosial masyarakat atau ungkapan isi hati. Di tahun 50-an, banyak bermunculan penyair Betawi, di antaranya Susi Aminah Aziz, Tuti Alawiyah. Kemudian, generasi berikutnya seperti Ridwan Saidi, Zeffry Alkatiri, Nur Zaen Hae, Ihsan Abdul Salam, Aba Mardjani.

Saat ini pantun Betawi masih terdengar di beberapa wilayah Jakarta, meliputi permukiman masyarakat Betawi yang mulai terpinggirkan seperti, Kerawang, Bekasi, Depok serta Tanggerang, disamping daerah lain di Jakarta seperti Marunda, Tanahabang, Condet, Pasarminggu, Rawabelong, Kebonjeruk, dan perkampungan Betawi di Jagakarsa. Penggunaan pantun di masyarakat Betawi masih banyak digunakan saat acara pinangan adat Betawi, lagu khas Betawi, termasuk beberapa lagu balada yang dinyanyikan seniman tersohor Betawi, Alharhum Benyamin Sueb.
Pantun Betawi memiliki ciri ataupun corak yang tak dimiliki daerah lain, yaitu menggunakan bahasa Betawi dan isinya berkaitan dengan kehidupan masyarakat Betawi, mulai dari adat istiadat, agama, tingkah laku, dan keadaan alam Betawi. Syairnya pun terkesan kocak, spontan dan blak-blakan.

Berkenaan dengan isi pantun, sejumlah besar isi pantun Betawi mengungkapkan berbagai nasihat yang berkaitan dengan etika, moral, adab, sopan santun, dan ajaran-ajaran agama, juga begitu banyak kritik sosial. Jadi peristiwa apa pun, termasuk penyampaian pesan dalam diri dapat disampaikan secara lepas.

Pantun dalam adat Betawi erat kaitannya sebagai penyampaian pesan dalam peradapan masyarakat sekitar. Hal ini dapat dilihat dalam pantun yang disampaikan secara berbalas saat acara pernikahan masyarakat asli Betawi. Pantun yang disampaikan secara berbalas memiliki tujuan dan maksud yang ingin disampaikan.

Sebagai contoh, pantun berbalas seperti, kude lumping dari Tangerang, kedipin mate cari menantu, pasang kuping lu terang-terang, adepin dulu jago gue satu-per satu. Pantun itu sebagai syarat yang diajukan oleh mempelai wanita dalam menerima pihak mempelai pria. Bisa atau tidaknya mempelai pria menerima syarat itu.

Biasanya mempelai pria akan membalas pantun dengan bunyi, Bintang seawan-awan, aye itungin beribu satu, berape banyak Abang punya jagoan, aye bakal adepin satu per satu. Ini menunjukan mempelai pria menyanggupi syarat meski nyawa jadi taruhannya.

Masuknya pantun ke Betawi dibawa oleh pedagang Gujarat pada abad ke 15. Saat itu pantun masih bernafaskan Islami dan mengandung kaidah-kaidah atau nasihat keagamaan. Barulah pada abad ke-17 hingga ke-18, orang Melayu yang datang ke Betawi memperkaya khasanah pantun menjadi sebuah syair ungkapan isi hati.

Selama ratusan tahun berbaur dengan masyarakat asli Betawi, akhirnya pantun menjadi sebuah penyampaian karakter masyarakat Betawi, dengan memodifikasi syair berbahasa betawi yang terkesan cuek dan apa adanya. Hingga setelah kemerdekaan, banyak bermunculan seniman Betawi yang membawa perubahan isi pantun dengan gaya khas penyampaian masyarakat Betawi.

DAFTAR PASAR DI JAKARTA

JAKARTA PUSAT
Pasar Baru Selatan
Pasar Baru Timur
Pasar Baru Timur Dalam
Pasar Baru Bendungan Hilir (Benhil)
Pasar Boplo Menteng
Pasar Darurat Mangga Dua Selatan
Pasar Dwi Warna
Pasar Galeria Keris
Pasar Gardu Asem
Pasar  Interior
Pasar Jakarta Fair
Pasar Jaya Johar Baru
Pasar Jembatan Merah
Pasar Kalibaru
Pasar Kenari dan Kenari Baru
Pasar Kenari Mas
Pasar Koja Baru
Pasar Kota Cikini
Pasar Mobil Kemayoran
Pasar Palmerah
Pasar Pekan Raya
Pasar Poncol Bungur
Pasar Rawa Sari / Rawa Kerbau
Pasar Roxi Mas
Pasar Senen
Pasar Segitiga Senen
Pasar Senen Baru
Pasar Senen Baru 1
Pasar Sumur
Pasar Surabaya
Pasar Tanah Abang
Pasar Turi
 
JAKARTA TIMUR
Pasar Cakung
Pasar Cawang Kavling

Pasar Cibubur
Pasar Cijantung
Pasar Ciplak Cipinang Besar
Pasar Ciracas
Pasar Embrio
Pasar Gembrong Cipinang
Pasar Gembrong Lama
Pasar Indogrosir
Pasar Jambul
Pasar Jatinegara
Pasar Kalimalang Cakung
Pasar Klender
Pasar Klender perumnas
Pasar Kramat Jati
Pasar Lama Jatinegara Barat
Pasar Lama Jatinegara Timur
Pasar Lama Jatinegara Utara
Pasar Lama Jatinegara selatan
Pasar Pramuka
Pasar Pulo Jahe
Pasar Pulo Gadung
Pasar Sulthon Cakung
Pasar Sunangiri
Pasar Ujung Menteng

JAKARTA BARAT
Pasar Alam
Pasar Jalan Asem (Glodok)
Pasar Jalan Bulan (Maphar)
Pasar Darurat Tegal Alur
Pasar Glodok
Glodok Selatan
Pasar Hari Hari Kalideres
Pasar Inpres Jelembar
Pasar Jembatan Lima
Pasar Kalideres
Pasar Menceng
Pasar Pagi
Pasar Pagi 1 - 5
Pasar Pagi 2
Pasar Pagi lama (Glodok)
Pasar Patra
Pasar Pengampunan
Pasar Perniagaan Tambora
Pasar Pos Pengumben
Pasar Taman Sari
Pasar Tomang Barat

JAKARTA UTARA
Pasar Bambu Kuning
Pasar Grosir Ikan Muara Baru
Pasar  Ikan
Pasar Mobil Graha Auto
Pasar Bursa Mobil Kelapa Gading
Pasar Muara Angke
Pasar Pagi Grosir Mangga Dua
Pasar Seni Ancol
Pasar Sunter
Pasar Tekstil Grosir
Pasar Trade Centre Mangga Dua
Pasar Tugu
Pasar Ular
Pasar Warakas
Pasar Walang Buru

JAKARTA SELATAN
Pasar Burung Kramat Pela
Pasar Grosir Cipulir
Pasar Jumat Lebak Bulus
Pasar Jumat Pondok Pinang
Pasar Jumat 1
Pasar Kebayoran Lama
Pasar Mampang prapatan
Pasar Manggis
Pasar Mayestik
Pasar Made Cilandak
Pasar Mobil Auto Mall senayan

Pasar Minggu
Pasar Minggu Duren Tiga
Pasar Minggu Kalibata
Pasar Minggu Pancoran
Pasar Minggu Pejaten Barat
Pasar Minggu Pejaten Timur
Pasar Pata Putih Kebayoran Lama
Pasar Pondok Labu

Pasar Rumput

KEPULAUAN SERIBU

Lihat Pasar, Plaza, Pusat perbelanjaan, department store di Jakarta di peta yang lebih besar

SEJARAH NAMA' PASAR DI JAKARTA

Sejarah

Nama-Nama Pasar di Jakarta


Jakarta sebagai kota metropolitan, ternyata memiliki nama-nama pasar sesuai dengan nama hari dalam sepekan. Namun dari nama-nama hari itu, yang masih terdengar sampai saat ini adalah Pasar Minggu, Pasar Senen, Pasar Rebo, dan Pasar Jumat. Seluruhnya masih melekat karena kini menjadi nama sebuah daerah. Sedangkan Pasar Selasa, Pasar Kamis, dan Pasar Sabtu, nyaris tak terdengar lagi, konon karena terkalahkan oleh nama daerah. Nama pasar dikaitkan dengan nama hari karena dalam riwayatnya, aktivitas di pasar itu dilakukan pada hari tertentu.

Misalnya, disebut Pasar Senen karena aktivitas di pasar tersebut dulunya selalu dilakukan setiap hari Senen. Kini nama tersebut menjadi sebuah kecamatan di wilayah Jakarta Pusat. Demikian halnya nama-nama pasar lainnya.

Dalam arsip Kolonial, pasar pertama kali didirikan oleh seorang tuan tanah berdarah Belanda bernama Justinus Vinck di bagian selatan Castle Batavia pada tahun 1730-an. Pasar itu bernama Vincke Passer yang saat ini dikenal dengan nama Pasar Senen. Vincke Passer merupakan pasar pertama yang menerapkan sistem jual beli dengan menggunakan uang sebagai alat jual beli yang sah.

Kemudian masuk pada abad ke-19 atau di tahun 1801 pemerintah VOC memberikan kebijakan dalam perizinan membangun pasar kepada tuan tanah. Namun dengan peraturan pasar yang didirikan dibedakan menurut harinya. Vincke Passer buka setiap hari Senin, sehingga orang pribumi sering menyebut Vincke Passer sebagai Pasar Senen dan hingga saat ini nama tersebut masih melekat hingga diabadikan menjadi sebuah nama daerah.

Selain Vincke Passer yang buka hari Senin, ada juga pasar yang buka hari Selasa yakni Pasar Koja, pasar yang buka setiap hari Rabu adalah Pasar Rebo yang kini menjadi Pasar Induk Kramatjati. Kemudian pasar yang buka setiap hari Kamis adalah Mester Passer yang kini disebut Pasar Jatinegara. Selanjutnya ada beberapa pasar yang buka di hari Jumat, sebut saja pasar Lebakbulus, Pasar Kelender dan Pasar Cimanggis.

Untuk Pasar Sabtu, atau pasar yang bukanya setiap hari Sabtu adalah Pasar Tanah Abang. Sedangkan Pasar Minggu atau yang dulu dikenal dengan sebutan Tanjung Oost Passer buka pada hari Minggu. Perbedaan pengoperasian pasar ini dilakukan VOC dengan alasan keamanan serta faktor untuk mempermudah orang dalam berkunjung dan lebih mengenal suatu pasar.

Sayangnya, kebijakan berlakunya hari kerja pasar tak berlangsung lama. Sebab sejak VOC bangkrut akibat banyak pejabat yang korupsi, pemerintahan Belanda di Batavia diambil alih oleh Kerajaan Hindia-Belanda. Sejak zaman Hindia-Belanda, peraturan hari kerja pasar pun tak berlaku lagi, hingga sebagian besar pasar buka setiap hari, meski terlanjur menyandang nama hari sebagai nama pasar.

Di zaman Hindia-Belanda pada akhir abad ke-19 inilah banyak bermunculan pasar-pasar baru yang lebih modern, seperti Passer Baroe, Passer Glodok, Toko Merah. Pasar-pasar yang muncul di era abad ke-19 akhir hingga awal abad ke-20 menjadi inspirasi lahirnya supermarket dan juga mal.

Dalam arsip kolonial, pasar di Jakarta pertama kali didirikan oleh seorang tuan tanah berdarah Belanda bernama Justinus Vinck di bagian selatan Castle Batavia pada tahun 1730-an.
Pasar itu bernama Vincke Passer yang saat ini dikenal dengan nama Pasar Senen. Vincke Passer lah yang pertama kali menerapkan sistem jual beli dengan menggunakan uang sebagai alat jual beli yang sah. Kemudian pada abad ke-19 atau di tahun 1801, pemerintah VOC memberikan kebijakan dalam perizinan membangun pasar kepada tuan tanah. Namun dengan peraturan, pasar yang didirikan harus dibedakan menurut harinya. Nah dari situ munculah pasar-pasar hari berikutnya.
Di bawah ini adalah nama-nama pasar di Jakarta yang diambil dari nama hari berikutnya?
Berikut detailnya,


Pasar Senen
nama-nama pasar di Jakarta (pasar senen)

Adalah pasar tertua yang ada di Jakarta. Waktu pembangunan Pasar Senen bersamaan dengan waktu pembangunan Pasar Tanah Abang, yakni pada 30 Agustus1735. Meskipun awalnya pasar ini hanya dibuka setiap hari Senin, namun pada tahun 1766, pasar yang ramai dikunjungi ini akhirnya dibuka di hari lain.
Jl. Salemba Raya, 014/005 Kel.Paseban, Kec.Senen. Kode-pos 10440

Pasar Selasa
pasar selasa

Pasar ini memang sering ditanyakan keberadaannya. Jelas, soalnya udah ganti nama menjadi Pasar Koja Baru.
Jl. Bhayangkara Kel.Tugu Utara Kec.Koja, Kode-pos 14270

Pasar Rebo
pasar rebo

Kini berubah nama menjadi Pasar Induk Kramatjati. Sekarang, nama Pasar Rebo juga menjadi nama salah satu kecamatan di Jakarta Timur.
Jl. Raya Bogor KM.20 Kel. Kramat Jati Kec.Kramat Jati

Pasar Kamis
pasar kamis

Adalah Mester Passer yang kini disebut Pasar Jatinegara. Nama Mester diganti menjadi Jatinegara pada masa pendudukan Jepang sekitar tahun 1942. Meskipun demikian, nama Jatinegara yang berarti ‘negara sejati’ itu sudah dipopulerkan oleh Pangeran Ahmad Jayakarta saat beliau mendirikan perkampungan Jatinegara Kaum di wilayah Pulo Gadung, Jakarta Timur. Versi lain mengatakan bahwa nama Jatinegara diadaptasi dari banyaknya pohon jati yang masih ditemukan di kawasan tersebut pada masa pendudukan Jepang, sehingga nama Mester diganti menjadi Jatinegara.
Jl. Matraman Raya Kel. Bali Mester Kec.Jatinegara Timur

Pasar Jumat
pasar jumat

Sebut saja pasar Lebak Bulus, Pasar Klender, dan Pasar Cimanggis.
Jl. Raya Bekasi Timur Kel.Jatinegara Kec.Cakung

Pasar Sabtu
pasar sabtu

Atau pasar yang bukanya setiap hari Sabtu adalah Pasar Tanah Abang. Pasar Tanah Abang dibangun oleh Yustinus Vinck pada 30 Agustus 1735. Yustinus Vinck mendirikan pasar ini atas izin dari Gubernur Jenderal Abraham Patramini. Izin yang diberikan saat itu untuk Pasar Tanah Abang adalah sebagai tempat berjualan tekstil serta barang kelontong. Pasar Tanah Abang semakin berkembang setelah dibangunnya Stasiun Tanah Abang.
Jl. K.H. Fachrudin Kel.Kampung Bali, Kec.Tanah Abang

Pasar Minggu
pasar minggu

Atau yang dulu dikenal dengan sebutan Tanjung Oost Passer. Pasar ini buka setiap hari Minggu dan terletak di Jakarta Selatan. Perbedaan pengoperasian pasar-pasar tersebut dulunya dilakukan VOC karena faktor keamanan dan untuk mempermudah orang dalam berkunjung dan lebih mengenal suatu pasar.
Jl. Ragunan Raya Kel.Pasar Minggu Kec.Pasar Minggu. Kode-pos 12730
Sayangnya, kebijakan berlakunya hari kerja pasar tak berlangsung lama. Sebab sejak VOC bangkrut akibat banyak pejabat yang korupsi, pemerintahan Belanda di Batavia diambil alih oleh Kerajaan Hindia-Belanda. Sejak saat itulah peraturan hari kerja pasar tak berlaku, sehingga sebagian besar pasar buka setiap hari, meski terlanjur menyandang nama hari sebagai nama pasar.
Udah tahu kan sekarang nama-nama pasar di Jakarta yang diambil dari nama hari?


Kalau Pasar Malam Minggu ada yang tahu gak?